Namaku Niken Vidya, namun
teman-teman biasa memanggilku Niken. Kisah ini dimulai ketika aku masuk masa
SMA. Aku masuk SMA di umur yang masih sangat belia, sekitar 14 tahun, namun
tubuhku sudah bongsor. Aku berparas lumayan cantik; kulit putih, rambut keriting,
badan tinggi, dengan payudara yang cukup kencang dan bibir tebal seksi seperti
Angelina Jolie.
Cerita ini dimulai ketika sekolahku sedang mengadakan acara festival. Layaknya festival biasa, pasti banyak kerumunan muda-mudi yang bersorak-sorai melihat pertunjukan. Begitu juga denganku, bersama teman-teman sekelas, aku menikmati acaranya. Mataku terus tertuju ke panggung hiburan sampai ketika pasukan Paskibra berjalan berombongan memasuki lapangan sekolah.
Aku langsung berpaling, mataku tertuju pada seorang kakak kelas yang berada di barisan paling depan diantara mereka. Dia ganteng, putih, tinggi, pokoknya cowok idola sekolah banget deh. Hatiku langsung berdesir saat melihatnya. Aku segera bertanya pada Sari, teman sebangkuku.
Cerita ini dimulai ketika sekolahku sedang mengadakan acara festival. Layaknya festival biasa, pasti banyak kerumunan muda-mudi yang bersorak-sorai melihat pertunjukan. Begitu juga denganku, bersama teman-teman sekelas, aku menikmati acaranya. Mataku terus tertuju ke panggung hiburan sampai ketika pasukan Paskibra berjalan berombongan memasuki lapangan sekolah.
Aku langsung berpaling, mataku tertuju pada seorang kakak kelas yang berada di barisan paling depan diantara mereka. Dia ganteng, putih, tinggi, pokoknya cowok idola sekolah banget deh. Hatiku langsung berdesir saat melihatnya. Aku segera bertanya pada Sari, teman sebangkuku.
“Siapa namanya, Sar?”
“Kak Taufik,” jawab Sari sambil
tersenyum penuh arti, tahu kalau aku telah jatuh cinta.
Sejak itu, secara diam-diam aku menaruh perasaan terhadap kakak kelas misterius tapi ganteng yang bernama kak Taufik. Semua akun jejaring sosialnya aku add, follow, dan invite. Pokoknya semua tentang dia aku cari tahu seluk beluknya. Dan ketika tiba hari ulang tahunnya, aku mencoba memberi hadiah, namun aku bingung. Bagaimana bisa aku memberinya hadiah sedangkan kak Taufik sendiri sama sekali tidak mengenalku.
Sejak itu, secara diam-diam aku menaruh perasaan terhadap kakak kelas misterius tapi ganteng yang bernama kak Taufik. Semua akun jejaring sosialnya aku add, follow, dan invite. Pokoknya semua tentang dia aku cari tahu seluk beluknya. Dan ketika tiba hari ulang tahunnya, aku mencoba memberi hadiah, namun aku bingung. Bagaimana bisa aku memberinya hadiah sedangkan kak Taufik sendiri sama sekali tidak mengenalku.
Untunglah ada Fafa, temanku yang
juga anak Paskib. Dia mencoba membantu dengan memberi tahu bahwa pulang sekolah
nanti mereka ada latihan Paskibra.
“Kamu bisa menemuinya saat itu.”
kata Fafa. Akupun mengangguk, dan dengan hati deg-degan menunggu tanpa bosan
untuk menyampaikan hadiahku pada kak Taufik.
Ketika latihan selesai, Fafa
memanggilku. “Taufik menunggumu di kelasnya, di lantai dua.” katanya.
Aku sangat gugup, tak tahu harus senang atau malu, atau apapun. Namun karena sudah kepalang tanggung, kubulatkan tekadku untuk menemuinya. Setelah mengucapkan terima kasih pada Fafa, kudatangi kak Taufik di kelasnya untuk memberikan hadiahku. Aku sangat nervous sekali, bagaimanapun orang yang akan kutemui ini adalah orang sudah mencuri hatiku.
Setiba di atas, kak Taufik sudah menungguku. Tepat seperti yang dikatakan Fafa, ia berdiri di depan kelas seorang diri. Kak Taufik segera menyapa saat melihat kedatanganku.
Aku sangat gugup, tak tahu harus senang atau malu, atau apapun. Namun karena sudah kepalang tanggung, kubulatkan tekadku untuk menemuinya. Setelah mengucapkan terima kasih pada Fafa, kudatangi kak Taufik di kelasnya untuk memberikan hadiahku. Aku sangat nervous sekali, bagaimanapun orang yang akan kutemui ini adalah orang sudah mencuri hatiku.
Setiba di atas, kak Taufik sudah menungguku. Tepat seperti yang dikatakan Fafa, ia berdiri di depan kelas seorang diri. Kak Taufik segera menyapa saat melihat kedatanganku.
"Lo Niken ya?" katanya.
“Iya, kak. Kok kakak tau?"
aku bertanya dengan muka bersemu merah, merasa bangga karena ia mengetahui
namaku.
"Oh, tadi si Fafa kasih tau,
katanya ada yang mau kenalan dan kasih hadiah." jawabnya ramah.
"Oh, gitu ya, kak? Ya udah, nih kak hadiahnya. Makasih udah mau nerima dan menungguku." Segera kuberikan kado di tanganku dan langsung berlalu tanpa sempat menatapnya.
"Oh, gitu ya, kak? Ya udah, nih kak hadiahnya. Makasih udah mau nerima dan menungguku." Segera kuberikan kado di tanganku dan langsung berlalu tanpa sempat menatapnya.
Namun dia memanggilku kembali.
"Niken, tunggu dulu, mau kemana sih?"
"Ada apa, kak?" aku berbalik.
"Ada apa, kak?" aku berbalik.
“Ini buat kamu.” Secara
mengejutkan, dia memberiku undangan untuk datang ke acara ulang tahunnya.
"Dateng ya, dress codenya merah ya?"
Akupun terdiam sejenak, tidak
tahu harus berkata. Ini benar-benar suatu kejutan buatku. Bayangkan, orang yang
kukagumi, mengundangku untuk datang ke acara ultahnya, padahal sebelumnya ia
tidak mengenalku sama sekali. Suatu lompatan hubungan yang sangat besar. Begitu
tercengangnya aku hingga terus diam saat melihatnya pergi. Kubiarkan kak Taufik
berlalu begitu saja tanpa mengucapkan terima kasih atau apapun. Ah, dasar
bodoh.
Setelah tersadar kembali, dengan
hati berbunga-bunga, kuhampiri Fafa yang setia menunggu di depan kantin.
"Fa, aku diundang ke acara ulang tahunnya nih. Tapi aku gak ada temennya
dan gak tau harus menggunakan apa?!"
Fafa tersenyum. "Aku juga
diundang kok. Bareng aku aja. Aku ada kok dress yang sesuai untuk kamu. Nanti
kamu pulang dulu ya, setelah itu kamu ke rumah aku."
"Oke deh, Fa. Trims ya, kalo
gitu aku pulang dulu, sampai ketemu nanti." Akupun pulang dengan perasaan
yang campur aduk; antara senang, terkejut, gugup, tapi juga gembira.
Ketika sampai di rumah, tidak kujumpai satu orang pun, termasuk ibuku. Rumah sunyi dan sepi. Akhirnya dengan terpaksa aku minta izin kepada ibuku melalui telepon. "Bu, Niken nanti malem izin ke acara ulang tahun teman ya?"
Ketika sampai di rumah, tidak kujumpai satu orang pun, termasuk ibuku. Rumah sunyi dan sepi. Akhirnya dengan terpaksa aku minta izin kepada ibuku melalui telepon. "Bu, Niken nanti malem izin ke acara ulang tahun teman ya?"
"Teman mana? SMA?"
tanya ibuku yang ternyata lagi bertandang ke rumah kerabat.
"Iya, bu, diundang nih." jawabku.
"Iya, bu, diundang nih." jawabku.
"Wah, hebat kamu sudah punya
teman. Ya udah, asal jangan terlalu larut ya pulangnya?" pesan ibuku.
"Iya kok, bu.” aku menyanggupi. “Nanti aku minta jemput sama Aa’ kalo udah selesai."
"Oke deh, hati hati ya, bye."
"Iya kok, bu.” aku menyanggupi. “Nanti aku minta jemput sama Aa’ kalo udah selesai."
"Oke deh, hati hati ya, bye."
"Bye,"
Telepon pun kumatikan dan aku bergegas mandi. Setelah mandi, dengan hanya berbalut handuk, aku menuju kamar untuk berganti pakaian. Kulepaskan handuk yang melilit di tubuhku tanpa merasa curiga diintip atau dipergok orang lain. Aku memandangi tubuhku yang mulai tumbuh ini di depan cermin di kamarku yang lumayan besar. Kuperhatikan payudaraku mulai berbentuk; bulat dan agak besar dengan puting mungil berwarna coklat kemerahan. Bulu kemaluanku juga mulai ada sedikit, sudah terlihat agak hitam meski tidak terlalu lebat. Namun yang aku heran, kenapa bokongku ini besar sekali ya? Siapa pun pasti suka kalau disuruh untuk mengusap dan memegangnya, aku yakin itu!
Setelah selesai bercermin, aku langsung memakai baju seadanya dan bergegas pergi ke rumah Fafa. Sore itu aku hanya memaki tanktop hitam dan hotpants mini bewarna coklat serta membawa tas kecil untuk menaruh dompet dan handphone. Aku naik taksi yang sudah menjadi langganan.
Setiba di rumah Fafa, "Yah ampun, Niken, ternyata lo cantik juga ya?! Hahaha," kata Fafa memujiku. Aku cuma tertawa menanggapinya, tawa kami terdengar begitu keras. "Ayo sini masuk, udah gue siapin dress lo nih di kamar.” ajaknya.
Telepon pun kumatikan dan aku bergegas mandi. Setelah mandi, dengan hanya berbalut handuk, aku menuju kamar untuk berganti pakaian. Kulepaskan handuk yang melilit di tubuhku tanpa merasa curiga diintip atau dipergok orang lain. Aku memandangi tubuhku yang mulai tumbuh ini di depan cermin di kamarku yang lumayan besar. Kuperhatikan payudaraku mulai berbentuk; bulat dan agak besar dengan puting mungil berwarna coklat kemerahan. Bulu kemaluanku juga mulai ada sedikit, sudah terlihat agak hitam meski tidak terlalu lebat. Namun yang aku heran, kenapa bokongku ini besar sekali ya? Siapa pun pasti suka kalau disuruh untuk mengusap dan memegangnya, aku yakin itu!
Setelah selesai bercermin, aku langsung memakai baju seadanya dan bergegas pergi ke rumah Fafa. Sore itu aku hanya memaki tanktop hitam dan hotpants mini bewarna coklat serta membawa tas kecil untuk menaruh dompet dan handphone. Aku naik taksi yang sudah menjadi langganan.
Setiba di rumah Fafa, "Yah ampun, Niken, ternyata lo cantik juga ya?! Hahaha," kata Fafa memujiku. Aku cuma tertawa menanggapinya, tawa kami terdengar begitu keras. "Ayo sini masuk, udah gue siapin dress lo nih di kamar.” ajaknya.
Akupun memasuki kamar Fafa yang
luas dan rapi itu. Langsung kucoba dress warna merah pemberiannya. "Fa,
apa ini gak terlalu pendek? Pahaku keliatan banget!" kataku memperhatikan
bawahannya yang jauh diatas dengkul, hingga mengekspos dengan jelas belahan
pahaku yang jenjang dan putih mulus.
"Enggak kok, ini kan sama aja kaya hotpants yang lo pake." katanya sambil senyum.
"Oh, iya sih.” benar apa katanya, akupun jadi tidak merasa risih lagi.
“Oke deh. Makasih, Fa."
Kamipun berangkat dengan mobil
Fafa dan tiba di rumah kak Taufik tepat saat acara mau dimulai. Kebanyakan yang
hadir adalah kakak kelas yang hanya kukenal wajahnya saja, namun ada juga teman
seangkatanku yang diundang. Di dalam, ternyata party itu seperti party yang
biasa dilakukan di Western; minuman, musik, dan sex ada disana. Akupun menaruh
kado di tempat yang disediakan, dan tak jauh dari situ kulihat pemuda tampan
pujaanku menghampiriku dengan blazer abu-abunya yang disetrika rapi. Kak Taufik
menyapaku ramah.
"Hey, Niken. Dateng juga lo,
kirain gak dateng."
"Aku pasti dateng, Kak. Buat
kakak, apa sih yang enggak?!" jawabku malu-malu.
"Haha, makasih ya. Trims juga buat kadonya. Mau diambilin minum ga?" tawarnya.
Akupun hanya menjawab mau dan menunggu sebentar. Sementara Fafa sudah tidak tahu berada dimana. Dia hilang diantara kerumunan anak yang semakin banyak saja.
"Haha, makasih ya. Trims juga buat kadonya. Mau diambilin minum ga?" tawarnya.
Akupun hanya menjawab mau dan menunggu sebentar. Sementara Fafa sudah tidak tahu berada dimana. Dia hilang diantara kerumunan anak yang semakin banyak saja.
"Nih minumnya," kak Taufik memberikan segelas minuman kepadaku.
Akupun langsung meminumnya tanpa
bertanya terlebih dahulu. Dan setelah kucicipi, ternyata rasanya manis getir.
Raut wajahkupun langsung berubah menjadi agak aneh.
"Haha, ini wine, Niken. Masa gak tau sih?" godanya sambil tertawa.
"Haha, ini wine, Niken. Masa gak tau sih?" godanya sambil tertawa.
"Tau kok, cuma gak pernah
minum." aku menjawab.
"Oh, begitu toh. Ya udah,
yuk ikut kakak, sekalian kita cari Fafa dan teman-temanmu." Dia langsung
menarik tanganku ke tengah kerumunan dan membawaku ke suatu tempat khusus
dimana disitu ada Fafa dan beberapa temanku.
Kami pun segera terlibat dalam
obrolan yang hangat dan akrab. Di luar dugaan, kak Taufik ternyata enak diajak
ngobrol. Aku suka berbincang dengannya. Kami terus berbincang dan bercanda
sambil minum dan mengikuti hentakan musik. Aku pun sudah tak tahu berapa banyak
wine yang kuhabiskan sampai tak sadar kalau kadang aku jadi sering mengeluarkan
kata-kata vulgar.
Melihat kondisiku seperti itu, Fafa langsung menarikku keluar. Akupun mengikutinya. "Ken, lo mabuk? Aduh, bakal ribet nih gue." kata Fafa panik.
Melihat kondisiku seperti itu, Fafa langsung menarikku keluar. Akupun mengikutinya. "Ken, lo mabuk? Aduh, bakal ribet nih gue." kata Fafa panik.
"Enggak kok, gue nggak
mabuk, cuma sedikit pusing aja." jawabku lemas.
"Ya udah deh, ayo pulang,
udah larut nih." Fafa menarik tanganku.
"Tapi kan gue belum ngobrol
banyak sama kak Taufik." kutolak ajakannya.
"Ya udah deh, sebentar aja
lagi ya?" Fafa melepaskan tanganku.
Kamipun kembali ke tempat semula dan kembali minum wine yang ada disitu. Disaat aku menjadi semakin mabuk dan lepas kendali, tiba-tiba kak Taufik mengajakku ke lantai dansa. Akupun mengikutinya dan mulai menggerakkan tubuhku seadanya, sedangkan Fafa hanya memperhatikanku sahabatnya yang sedang mabuk ini sambil geleng-geleng kepala. Tanpa kusadari, kak Taufik menarik tanganku dan membimbingku untuk naik ke lantai dua rumahnya. Aku sebenarnya ingin menolak, tapi saat dia bilang ingin mengatakan sesuatu kepadaku, akupun menyerah. Apakah dia kan menembakku?! Harapku dalam hati.
Aku yang sudah mabuk dibopongnya menuju lantai dua. Disana, aku dimasukkan ke sebuah kamar dan dibaringkan ke ranjang empuk yang luas dan besar dengan kondisi tubuh setengah sadar. Kak Taufik meninggalkanku sebentar, entah dia pergi kemana. Akupun seperti tertidur, namun tubuhku terasa panas dan gerah. Ingin sekali kubuka dressku ini, tapi untung akal sehatku masih bisa menahannya. Tak berapa lama kemudian, kak Taufik kembali masuk ke kamar dan mengunci pintunya.
"Kakak mau ngomong apa? Kok aku dibawa kesini?" ucapku setengah sadar.
Tanpa babibu, tiba-tiba kak
Taufik menaiki tubuhku dan memandangi mata sayuku. Entah siapa yang memulai,
bibir kami berdekatan dan dia mulai melumat bibirku. Aku yang sudah pengalaman
kissing dengan mantan, tidak kaku mengimbanginya. Kutanggapi serangannya dengan
memeluk leher dan melumat bibirnya begitu rakus. Kami berfrenc-kiss ria selama
kurang lebih sepuluh, sebelum kak Taufik mulai menurunkan kepalanya untuk
mengendus dan menciumi leherku.
"Hhhh... Kak! Jangan disitu! Achh... nanti ada... achhh! ...bekasnya!" jeritku, namun kak Taufik tidak menghiraukannya.
Ia memegang tanganku dengan kedua
tangannya dan melebarkannya ke samping. Dia menatapku sangat dalam untuk
meyakinkan diriku bahwa malam ini aku adalah miliknya. Aku yang setengah sadar
hanya pasrah atas apa yang akan terjadi. Kak Taufik mulai menciumiku lagi dan
kali ini leherku yang jadi sasarannya.
"Ahhh... kak! Aachhh!"
aku makin merintih.
Dia terus menciumi sambil menggigit kecil kulit leherku hingga meninggalkan bekas merah dimana-mana. Setelah puas, dan leherku sudah basah oleh air liurnya, mulutnya mulai turun ke arah gundukan payudaraku. Aku hanya bisa meremas sprei dan menggelinjang kuat ketika mulutnya menyentuh kulit payudaraku yang masih tertutup dress merah. Pelan kak Taufik meraih pundakku dan menurunkan dressku sampai perut. Terpampanglah bongkahan buah dadaku yang meski masih tertutup BH, tapi cukup kelihatan montok dan besar.
Sambil tetap menciuminya, kak
Taufik mulai memegang dan meremas-remasnya dari luar BH. Ia juga berusaha untuk
menyusupkan jari ke dalam cup behaku untuk menjepit dan memilin-milin putingku
yang terasa mulai menegang akibat ulahnya. Setelah agak lama, dan putingku
makin terasa kaku dan kenyal, akhirnya kak Taufik berusaha membuka pengait
braku, ia rupanya tak sabar untuk melihat kemontokan buah dadaku secara
langsung.
“Hmm, indah sekali, Niken.”
Gumamnya sambil mulai menyusu kembali saat braku sudah terlempar ke lantai.
Mukanya kini terbenam diantara bongkahan payudaraku, menekan dan menggesek kuat
disana, sesekali juga mencucup dan mengulum putingnya hingga membuatku
kelojotan keenakan.
"Achh... Kak! Sudah, Kak!" jeritku pilu. Aku mencoba melawan birahiku ini, namun apa daya, aku dalam keadaan setengah mabuk. Lagipula, rangsangan kak Taufik juga kurasa begitu nikmat hingga membuatku makin merintih dan menggelinjang.
"Achh... Kak! Sudah, Kak!" jeritku pilu. Aku mencoba melawan birahiku ini, namun apa daya, aku dalam keadaan setengah mabuk. Lagipula, rangsangan kak Taufik juga kurasa begitu nikmat hingga membuatku makin merintih dan menggelinjang.
Setelah puas bermain dengan payudaraku, dia mulai melucuti semua pakaianku. Kemudian disusul dengan pakaiannya saat aku sudah terbaring telanjang bulat di depannya. Ada rasa malu bugil untuk pertama kalinya di depan laki-laki, tapi melihat kak Taufik yang sepertinya sangat menginginkanku, akupun jadi pasrah saja. Dia mulai mengambil posisi untuk menyetubuhiku, kak Taufik memegang kedua pahaku dan membukanya lebar-lebar. Tak berkedip ia menatap vaginaku yang masih perawan. Pasti ia bingung mencari lubangnya yang mungil.
“Niken,” desah kak Taufik sambil mulai menindih tubuhku. Sebelumnya ia sudah meludahi ujung penisnya yang tidak begitu besar untuk memperlancar saat menerobos masuk ke dalam lubangku nanti.
Aku berjengit saat kurasakan ada benda tumpul padat menyentuh bibir vaginaku. "K-kak, jangan! Please!" pintaku setengah sadar.
Namun dia tetap mencoba, kak
Taufik memajukan pinggulnya dan, "Hnghhhh!!!" aku melenguh saat
kepala penisnya mulai menyelinap ke dalam vaginaku.
“Tahan, Niken!” kak Taufik
menariknya sedikit, lalu mencoba untuk mendorong lagi, kali ini sedikit lebih
keras dan memaksa.
"Ahhhhhh!!!" aku
menjerit kesakitan saat batang penisnya menusuk tajam dan terbenam hingga
hampir separuhnya.
Mendengar jeritanku, kak Taufik
menariknya lagi. Aku sedikit lega, kukira dia akan berhenti. Tapi rasa legaku
itu langsung berubah menjadi jeritan panjang saat kak Taufik mendorongnya lagi
dengan hentakan kuat yang keras dan dalam.
"AAHHHHHHHH!!!" Benda panjang itu
berhasil merebut keperawananku! Selaput daraku robek olehnya, saat penis itu
membelah dan mengisi relung vaginaku hingga mentok sampai ke dasar.
“Ughhh... Niken!” kak Taufik
melenguh keenakan, sementara tanpa kusadari air mataku menetes keluar, mengalir
pelan di pipi mulusku. Kak Taufik segera mengusapnya dan mencium bibirku dengan
penuh kemesraan. "Kakak sayang kok sama Niken. Tenang aja, kakak nggak
akan tinggalin kamu." Katanya.
Akupun hanya bisa tersenyum haru
mendengarnya.
Setelah penis tersebut terdiam
cukup lama, menanti dinding-dinding vaginaku agar terbiasa menerima
kehadirannya, kak Taufik pun mulai menggerakkannya maju mundur. Dengan
menarik-dorong pinggulnya, ia mulai menyetubuhiku.
"Nghhhhh... Kak!!"
awalnya memang sangat sakit. Tapi setelah beberapa menit berlalu, rasa sakit
itu perlahan menghilang, dan digantikan dengan rasa geli dan nikmat yang amat
sangat. Aku pun mulai mendesah keenakan saat penis kak Taufik bergerak semakin
cepat, rupanya ia sedikit menaikkan tempo kocokannya.
"Ahhh... ahhh... ahhh... kak!" ceracau mulutku tanpa henti.
"Hmmm! Hmmpph!" kak
Taufik segera menyumbatnya dengan ciumannya yang hangat dan mesra. Kamipun
saling mendesah dengan bibir saling menempel erat. Kak Taufik terus
menggerakkan pinggulnya, menyetubuhiku, hingga membuat permainan menjadi
semakin liar dan panas.
Tapi tak lama kemudian ia berhenti. Kukira dia sudah keluar, tapi ternyata belum. Saat aku sudah ingin bertanya, kak Taufik tiba-tiba mengangkat tubuhku dan menaruhnya di atas pangkuan. Ia melakukannya dengan penis masih berada di dalam vaginaku, menancap tajam disana.
Tapi tak lama kemudian ia berhenti. Kukira dia sudah keluar, tapi ternyata belum. Saat aku sudah ingin bertanya, kak Taufik tiba-tiba mengangkat tubuhku dan menaruhnya di atas pangkuan. Ia melakukannya dengan penis masih berada di dalam vaginaku, menancap tajam disana.
“Oughhhh... Kak!!” tentu saja aku langsung
melenguh dengan perbuatannya. Enak sekali, penisnya seperti menusuk dan
mengaduk-aduk liang vaginaku.
Setelah posisi ini sudah siap,
sambil melumat bibirku, ia kembali menghentakan pinggulnya kuat-kuat ke atas.
"Mppmhh... ahh... kak!
Aahhhh..." akupun kembali merintih dan menggeliat. Dengan posisi seperti
ini -aku menduduki penisnya- membuatku makin terangsang dan bergairah. Tanpa
sadar, aku mulai menaik turunkan tubuhku untuk mengimbangi genjotan pinggulnya.
"Ahhh... yes, baby, like
this!!" ucap kak Taufik sambil meremas-remas bulatan pantatku. Ia juga
menyusu di putingku, menghisapnya bergantian sambil sesekali menggigit dan
menariknya dengan menggunakan gigi.
Setelah lima menit ngentot dengan
posisi seperti itu, kak Taufik tiba-tiba merebahkan tubuhnya dan berbaring
telentang. Sementara aku masih menindih dan menunggangi batang penisnya. Aku
mengerti apa yang ia inginkan, jadi mulai kugenjot tubuh mulusku naik turun di
atas pinggangnya. Kuhentak keras penisnya agar masuk semakin dalam ke lorong
vaginaku.
Tapi posisi seperti itu justru membuatku merintih kesakitan. Akupun mengaduh,
"Ahhhh... kak, perih! Aku
capek,"
"Sabar, nanti juga enak
kok." sahut kak Taufik sabar.
"Tapi, ahh... kak, aku...
ahh... perih!" rintihku tak tahan.
"Goyangin aja terus, nanti
juga enak."
akupun mengikuti sarannya, dan
ternyata benar! Rasa sakitku perlahan menghilang, dan rasa nikmat yang tadi
kurasakan perlahan kembali. Gerakanku pun menjadi semakin liar.
"Ahh... ahh... ahh...
ahh..." desahku putus-putus.
"Yes, baby, faster! Faster!
Shake your body! Shake your body!!" ceracau kak Taufik sambil memejamkan
mata. Tangannya yang hinggap di pantatku terus meremas-remas pelan.
Disaat aku sudah mulai bisa menikmati, kak Taufik tiba-tiba bangun dan mendorongku hingga kembali ke posisi semula; aku dibawah sementara dia di atas, dengan alat kelamin kelamin kami masih tetap terpaut kuat. Dengan posisi seperti itu, aku ditumbuknya dengan keras dan cepat. "Ahh... kak, pelan-pelan! Aahh..." pintaku.
Disaat aku sudah mulai bisa menikmati, kak Taufik tiba-tiba bangun dan mendorongku hingga kembali ke posisi semula; aku dibawah sementara dia di atas, dengan alat kelamin kelamin kami masih tetap terpaut kuat. Dengan posisi seperti itu, aku ditumbuknya dengan keras dan cepat. "Ahh... kak, pelan-pelan! Aahh..." pintaku.
Namun kak Taufik tidak menghiraukannya, ia tetap menggenjotku dengan penuh semangat. Tanpa kusadari, kakiku melingkar dan mengikat di pinggangnya. Kukunci dia rapat-rapat hingga kurasakan kepala penisnya membentur keras dinding rahimku.
"Ahhh... kak, harder!
Harder!" aku meminta.
"Yes, baby. I will fuck you
harder!" sahut kak Taufik, ia semakin mempercepat temponya hingga
membuatku semakin tidak karuan.
"Yes, I like this! Like
this! Aahh..." Kurasakan dinding vaginaku mulai berdenyut-denyut kencang,
tanda akan menyembur sebentar lagi. Begitu juga dengan penis kak Taufik,
kurasakan benda itu menjadi semakin keras dan membengkak.
"Kyaaaaaaaa!!! AAHHHHHHHHH...!!!" kamipun menjerit panjang berbarengan tanda kami berdua orgasme secara bersamaan. Kurasakan air mani kak Taufik tumpah ruah di lorong vaginaku, dan kusambut dengan semburan cairan cintaku yang tidak kalah banyak. Kami saling menatap dan saling mencium dalam diam.
"Makasih ya, Niken."
kata kak Taufik mesra.
"Iya, Kak, makasih juga udah
jadi yang pertama buatku." sahutku.
Diapun mencium keningku dan menarik tubuhnya. Kuperhatikan penisnya sudah mengkerut dan agak melemas, benda itu begitu basah dan mengkilat. Ada noda darah di sepanjang batangnya yang menghitam, noda darah keperawananku!! Tapi aku sama sekali tidak menyesal memberikannya. Setelah membersihkan diri dan berpakaian, kami pun turun bersama-sama untuk kembali ke acara pesta itu.